“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat, dan dia banyak menyebut Allah”. (Q.S. Al-Ahzab [33]: 21).
Salah satu nikmat besar Allah kepada manusia adalah diutusnya Muhammad s.a.w. sebagai nabi dan rasul-Nya. Hal mana peringatan hari kelahiran (maulid) beliau akan diperingati oleh ummat Islam beberapa hari yang akan datang. Siapakah Muhammad s.a.w. itu? Allah memperkenalkan beliau kepada kita dengan firman-Nya:“Sungguh telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin”. (Q.S. At-Taubah [9]: 128).
Dengan ungkapan lain, beliau adalah sosok pribadi yang santun, peduli (care dan concern) terhadap permasalahan ummatnya, ber-empati, dan lemah lembut). Beruntunglah kita memiliki panutan sejati yang mempunyai perfect personality. Untuk itu, masih adakah orang mukmin yang berpaling dari beliau dan (justru) mencari idola palsu dan tokoh ikutan lain bagi kebahagiaan hidupnya di dunia dan di akhirat? Sungguh, hal itu adalah kebodohan yang nyata.
Pertanyaan kedua adalah: apa misi diutusnya Muhammad s.a.w. kepada segenap manusia? Allah menjelaskannya sebagai berikut:
“Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi; pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan; untuk jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya; dan untuk jadi cahaya yang menerangi”. (Q.S. Al-Ahzab [9]: 45-46).
Di surat yang lain Allah berfirman (yang artinya):
“Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar, agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama, meskipun orang musyrik membenci”. (Q.S. Ash-Shaf [61]: 9).
Beliau juga diutus untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.[1]
Kemudian, mengapa kita mesti meneladani pribadi Rasulullah s.a.w.? Beliau adalah sosok pribadi paripurna. Allah s.w.t. memuji beliau:
“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”. (Q.S. Al-Qalam [68]: 4).
Apa sifat-sifat utama Muhammad s.a.w. yang harus kita teladani?
Sifat pertama, shidq (benar/jujur, dalam perkataan maupun perbuatan). Allah s.w.t. menyandingkan perintah bertakwa dengan perintah mengikuti orang-orang yang bersifat shidq.
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar”. (Q.S. At-Taubah [9]: 119).
Mengapa kita sebagai ummat Muhammad harus meneladani sifat shidq beliau? Pertama, sebagai mukmin, kita berkewajiban berdakwah (mengajak manusia kepada jalan Allah) sesuai dengan peran dan kapabilitas masing-masing. Dan untuk itu tidak mungkin kita menyampaikan sesuatu yang dusta (tidak sesuai dengan ajaran Allah dan Rasul-Nya). Kedua, kebenaran dan kejujuran adalah pilar utama kehidupan bermasyarakat. Untuk itu, janganlah sekali-kali berbohong, meski dengan maksud iseng, apalagi berbohong/berdusta terhadap (ajaran) Allah dan Rasul-Nya.
Nabi s.a.w. memperingatkan kita: jujur mengantarkan (pelakunya) kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan kepada surga. Sebaliknya, dusta mengantarkan kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan kepada neraka.[2]
Cara untuk mencegah dan menghindarkan diri dari dusta antara lain dengan berbicara seperlunya, tidak berlebihan dalam mengobrol dan melucu.[3] Orang beriman memang mestinya berkata benar, atau (jika tidak dapat) lebih baik diam. Begitu nasihat Rasul. (H.R. Al-Bukhari dan Muslim).
Sifat kedua, amanah (amanat, dapat dipercaya). Allah s.w.t. berfirman:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya”. (Q.S. An-Nisa’ [4]: 58).
Ingatlah misalnya ketika Muhammad s.a.w. ikut menyelesaikan permusuhan di antara kaum Quraisy pada masa jahiliyah, yang membuahkan kesepakatan Hilf al-Fudhul. Perhatikan juga contoh teladan beliau ketika menjalankan bisnis Siti Khadijah (sebelum beliau menikah); juga ketika beliau mendamaikan para pemuka Quraisy yang bertikai tentang masalah siapa yang berhak meletakkan kembali Hajar Aswad di bangunan Ka’bah yang baru direnovasi. Semua itu menjadikan beliau dijuluki Al-Amien (yang dapat dipercaya) oleh kaumnya.
Shidq dan amanah adalah ciri utama orang beriman. Sebaliknya, dusta dan khianat adalah sifat orang munafik. Sifat amanah niscaya penting dan menjadi tuntutan utama setiap profesi.
Sifat ketiga, tabligh (menyampaikan hal yang diperintahkan untuk disampaikan, tidak menyembunyikannya).
“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu”. (Q.S. Al-Maidah [5]: 67).
“Dan janganlah kamu (Bani Israil) campuradukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu[5], sedang kamu mengetahui”. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 42).[6]
Allah s.w.t. mengancam orang-orang yang menyembunyikan kebenaran dengan hukuman dan siksa: [1] dilaknat oleh Allah dan semua makhluk (Q.S. Al-Baqarah [2]: 159); [2] masuk neraka (Q.S. Al-Baqarah [2]: 174).
Dalam bidang pendidikan dan/atau keilmuan, Nabi s.a.w. bersabda (yang artinya): “Barangsiapa ditanya tentang suatu ilmu lalu dia tidak mau menjawab (menyembunyikannya), niscaya dia di hari kiamat akan dikekang dengan tali kekang dari api neraka”.
Keempat, fathanah (cerdas, cerdik, dan pandai). Kecerdasan dan kepadaian (pencapaian derajat ilmiah) itu niscaya perlu, bahkan terpuji.
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”. (Q.S. Al-Mujadilah [58]: 11).
Telah maklum dan diakui bahwa setiap bidang kehidupan memerlukan ilmunya yang tersendiri. Ilmu dibutuhkan oleh manusia sebagai individu maupun sebagai komunitas masyarakat. Ilmu juga dibutuhkan dalam rangka beribadah dan memahami petunjuk Allah dan Rasul-Nya.
Hanya saja, ilmu itu haruslah bermanfaat (dalam pengertian produktif dan konstruktif), terutama untuk membangun bangsa dan negara yang aman, damai, sejahtera, adil, dan beradab (baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur). Sebutan negara dan bangsa maju (developed countries, super power, dan lain-lain) selalu merujuk kepada tingginya pencapaian ilmu pengetahuan dan tekonologi.
Untuk itu kita, bangsa Indonesia, mestilah segera dan senantiasa meneladani sifat fathanah Rasul itu, dan mengabdikannya bagi kejayaan ummat dan bangsa. Tinggalkan dan jauhkan sikap yang kontra ilmiah, seperti: takhayul (mistik), percaya kepada dukun atau tukang ramal, dan sebagainya. Jadilah pribadi dan bangsa yang rasional di bawah sinar iman dan bimbingan wahyu.
Sekalipun begitu jelas sifat-sifat pribadi Rasul s.a.w. yang amat mulia itu, kaum kafir Quraisy, yang di hati mereka ada penyakit dengki, justru melakukan character assasination dan black campaign dengan melontarkan tuduhan bahwa beliau s.a.w.: (1) gila (majnun); (2) tukang sihir (sahir); (3) dukun atau tukang tenung (kahin); dan (4) penyair (sya’ir).[7] Kaum Yahudi Madinah juga berbuat hal serupa terhadap pribadi Nabi s.a.w. Perlakuan keji serupa juga pernah diterima oleh hampir setiap nabi dan rasul, sebagaimana Allah informasikan di dalam Al-Qur’an.[8]
Oleh karena itu jika sekarang (masih) ada orang yang menghina Rasul, hal itu tidak lain adalah repetisi (pengulangan) dari apa yang dilakukan oleh orang-orang jahiliyah. Hanya saja bentuknya sekarang (sekilas) tampak ilmiah, dibungkus dengan dalih kebebasan berekspresi. Oknum yang melakukannya pun tak jarang bergelar profesor dan doktor. Mereka ini terhalang dari kebenaran karena kekafiran dan hamiyyat al-jahiliyyah[9] mereka sendiri.
Kita, kaum muslimin, kini menghadapi al-ghazw al-fikry (perang pemikiran). Tantangan ini harus dihadapi dengan pikiran jernih dan hati tenang. Sikap emosional dan fanatik buta justru hanya akan membentuk stigma dan citra buruk terhadap Islam dan ummatnya.
Akhirnya, dengan spirit meneladani sifat-sifat mulia itu marilah kita peringati maulid Rasulullah Muhammad s.a.w., agar kita benar-benar memperoleh manfaat darinya.
Sebagai penutup khutbah, marilah kita renungkan firman Allah s.w.t. berikut ini:
Muhammad itu adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya. Tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud[10]. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya, karena Allah hendak menjadikan jengkel hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shalih di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. (Q.S. Al-Fath [48]: 29).
Wallahu a’lam bish-shawab
Disampaikan Pada Khutbah Jum’at Oleh; Ust. Mufti Abdul Wakil, S.Pd.I
[1] Baca Q.S. Al-Anbiya’ [21]: 107. [2] Hadits riwayat Al-Bukhari.
[3] Nabi s.a.w. bersabda (yang artinya): “Celakalah orang yang berbicara (melucu dengan cara) berbohong, dengan maksud agar orang-orang yang mendengarnya tertawa.” (H.R. …). Beliau juga memperingatkan, “Cukuplah (bukti) seseorang disebut berdosa jika dia membicarakan segala hal yang dia dengar”. (H.R. Muslim).
[4] Rasul juga bersabda (yang artinya): “Seorang pedagang yang jujur kelak di hari kiamat berada di bawah lindungan ‘arsy (Allah).” (H.R. Ad-Dailami).
[5] Di antara yang mereka sembunyikan itu ialah: Tuhan akan mengutus seorang nabi dari keturunan Ismail yang akan membangun umat yang besar di belakang hari, yaitu Nabi Muhammad s.a.w.
[6] Rasulullah s.a.w. juga bersabda (yang artinya): “Sampaikanlah (kepada manusia ajaran yang kamu dapat) dariku, walaupun hanya satu ayat (sedikit).”
[7] Baca Q.S. Al-Hijr [15]: 6; Yunus [10]: 2; Ath-Thur [52]: 29; dan Ash-Shaffat [37]: 36.
[8] Baca, misalnya, Q.S. Adz-Dzariyat [51]: 52; Thaha [20]: 63; dan Al-Qamar [54]: 9.
[9] Maksudnya ialah kesombongan (dan gengsi) jahiliyah. Baca Q.S. Al-Fath [48]: 26.
[10] Maksudnya: pada air muka mereka kelihatan keimanan dan kesucian hati mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar