15 November 2011

“Menafsir Wahyu dalam Konteks Tasikmalaya”


Resolusi Peletakan Fondasi Perubahan Sosial Masyarakat Kita
Kekacauan Interpretasi wahyu para ulama, kaum cendekiawan, dan para pemimpin Tasikmalaya, menandai kekacauan realitas sosial, baik politik, ekonomi, budaya, dan moralitas”



Ibarat berkaca di depan cermin, demikianlah hubungan antara realitas sosial Tasikmalaya dengan kontruksi paradigma Islam yang terbangun di dalamnya. Besar maupun kecil pemikiran dan gagasan yang dilontarkan para ulama’, cendekiawan, dan para pemimpin ketika memaknai dan menafsir realitas sosial, tentu saja memberikan kontribusi nyata terhadap baik dan buruknya realitas sosial itu sendiri. Maka dari itu, kekacauan realitas sosial, baik politik, ekonomi, budaya maupun moralitas yang terjadi, mempresentasikan “cara pandang kita” yang kacau ketika memaknai dan manafsir realitas. Ini adalah persoalan interpretasi, yang dalam konteks realitas sosial maujud menjadi sebuah ideologi, kepentingan, maupun justifikasi. Tentu saja, persoalan ini jarang disadari oleh para ulama’, cendekiawan, dan para pemimipin yang dengan otoritas, kekuasaan, dan kepentingannya, melenggang di tengah-tengah pusat keseimbangan sosial (equilibrium) Tasikmalaya.

Filsafat Pendidikan dan Implikasinya

Pendahuluan
Filsafat adalah berfikir radikal. Berfikir radikal adalah berfikir hingga ke “radik”, akar. Jadi berfikir filsafati dalam pendidikan adalah berfikir mengakar/menuju akar atau intisari pendidikan. Pertanyan filsafati biasanya berkisar pada tiga hal; ontologis, epistomologis dan aksiologis. Pertanyaan ontologis adalah pertanyaan yang menggugat identitas; sebetulnya pendidikan itu apa ?. Sedangkan pertanyaan epistemologis adalah pertanyaan yang menggugat cara; bagaimana suatu pendidikan yang “apa”-nya sudah diketahui, dijalankan ? Dan yang ketiga (ontologis) adalah pertanyaan yang menggugat tujuan; untuk apa suatu pendidikan itu digelar ?
Makalah singkat dan sederhana --yang dibuat agak terburu-buru-- ini berusaha untuk menjelaskan tiga pertanyaan itu semua. Semoga bisa memperkaya wawasan kita sebagai para pekerja pendidikan (education workers) !     

MAHASISWA!!


GERAKAN MAHASISWA SEBAGAI GERAKAN PEMBERDAYAAN DAN IDENTITAS
(Bagian Pertama dari Dua Tulisan)
Diskurkus tentang mahasiswa dan gerakannya sudah lama menjadi pokok bahasan dalam berbagai kesempatan pada hampir sepanjang tahun. Begitu banyaknya forum-forum diskusi yang diadakan, telah menghasilkan pula pelbagai tulisan, makalah, maupun buku-buku yang diterbitkan tentang hakikat, peranan, dan kepentingan gerakan mahasiswa dalam pergulatan politik kontemporer di Indonesia. Terutama dalam konteks keperduliannya dalam meresponi masalah-masalah sosial politik yang terjadi dan berkembang di tengah masyarakat.

Bimbingan Konseling


BAB I

PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang Masalah

        Perkembangan konseling tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik, psikis maupun sosial. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan. Perubahan yang terjadi dalam lingkungan dapat mempengaruhi gaya hidup (life style) warga masyarakat. Apabila perubahan yang terjadi itu sulit diprediksi, atau di luar jangkauan kemampuan, maka akan melahirkan kesenjangan perkembangan perilaku konseli, seperti terjadinya stagnasi (kemandegan) perkembangan, masalah-masalah pribadi atau penyimpangan perilaku. Perubahan lingkungan yang diduga mempengaruhi gaya hidup, dan kesenjangan perkembangan tersebut, di antaranya: pertumbuhan jumlah penduduk yang cepat, pertumbuhan kota-kota, kesenjangan tingkat sosial ekonomi masyarakat, revolusi teknologi informasi, pergeseran fungsi atau struktur keluarga, dan perubahan struktur masyarakat dari agraris ke industri.