Mereka yang mahir bahasa Arab dan membaca Qur’an dalam bahasa asli Arab, biasanya kaget ketika membaca terjemahannya dalam bahasa asing. Mereka menyadari betapa banyaknya ketidaksesuaian antara bahasa asli dengan terjemahannya. Ini ternyata bukanlah kesalahan biasa yang tak disengaja. Ini menunjukkan bahwa ketidaksesuaian itu SENGAJA ditulis untuk mengelabui pembaca. Tujuan penerjemah adalah untuk mengalihkan perhatian pembaca asing (yang tak mengerti bhs. Arab) dan calon2 pemeluk Islam dari segala kekejaman dan kerancuan yang tercantum dalam Qur’an.
Kata2, konsep2 dan pernyataan2 tertentu dalam Qur’an berbahasa asli Arab terdengar aneh bagi para pembaca asing. Orang2 Muslim yang berbahasa Arab sih sudah terbiasa akan isi Qur’an. Akan tetapi, jika Qur’an diterjemahkan persis seperti bahasa aslinya, hasilnya akan mengejutkan. Anda akan membaca buku yang penuh pernyataan2 aneh dengan bahasa yang jorok. Apa yang seharusnya merupakan buku yang “suci” akan tampak seperti buku porno, tidak layak untuk kegiatan keluarga dan bukan buku bacaan untuk anak2.
Penerjemah2 Muslim menghadapi dilema ini. Mereka dalam posisi yang mengharuskan mereka untuk bertindak cerdik namun terperinci. Dibutuhkan banyak tambal-sulam dan gosok sana-sini untuk membuat terjemahan Qur’an tampak spt layaknya sebuah kitab “suci”. Tujuannya adalah untuk mempersembahkan versi Qur’an pada dunia luar yang dapat menarik dan bukannya menjauhi orang dari Islam.
Penerjemahan menyimpang Qur’an yang disengaja ini merupakan masalah besar yang harus diteliti dalam buku laporan ilmiah terpisah. Untuk jelasnya, kita akan lihat beberapa contoh.
Dalam Sura 112:1
“Katakan: Dialah Allah, yang Tunggal dan Satu2nya …”. Dalam bahasa Arab aslinya, kata “Satu2nya “ yang diterjemahkan dalam ayat ini sebenarnya adalah “Satu dari.” Penerjemah tidak dapat secara harafiah menerjemahkan ini, karena ini akan menyiratkan “shirk” (menghubungkan illah lain dengan Allah).
Dalam Sura 33:056
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya memberi berkat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, mintalah berkat untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”
Kata2 “memberi berkat” aslinya adalah “berdoa pada”. Si penerjemah berpendapat ini tidaklah layak untuk mengatakan bahwa Allah dan para malaikatNya berdoa pada nabi Muhamad, jadi dia harus merubahnya menjadi “memberi berkat.”
Ini adalah contoh kesukaran yang kadang2 dihadapi para penerjemah untuk menerjemahkan Qur’an dengan persis, dan bagaimana mereka harus merubah tulisan asli untuk membuatnya jadi lebih masuk akal. Kami di sini tidak mencoba mengatakan bahwa para Muslim percaya bahwa Allah atau Muslim berdoa kepada Muhammad.
Dalam Sura 24: 30, & 31
“Katakan pada orang2 beriman bahwa mereka sebaiknya menundukkan sorot mata mereka dan menjaga kerendahan hati mereka: ini akan lebih suci bagi mereka: dan Allah tahu segala yang mereka lakukan … Dan katakan pada wanita2 beriman bahwa mereka sebaiknya menundukkan sorot mata mereka dan menjaga kerendahan hati mereka …”;
Kata “kerendahan hati mereka” aslinya adalah "kemaluan mereka" (aurat) bagi pria dan wanita. Si penerjemah berpendapat tidak layak untuk menerjemahkan kata2 ini secara harafiah.
Dalam Sura 4:34
“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka (pertama), (kedua) pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, (terakhir) pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”
Ayat ini sebenarnya memberikan hak pada seorang suami untuk memukul istrinya jika, dalam pendapatnya, istrinya tidak taat. Si penerjemah berusaha mengurangi ajaran memukul yang menakutkan ini dan merubahnya dengan kata2nya sendiri. Pertama, dia memperkenalkan konsep tindakan mendisiplinkan istri dibagi dalam tiga tahap: pertama, kedua, dan terakhir. Tingkat tahapan ini tidak ada dalam bahasa asli Arabnya. Ayat ini aslinya mengesankan bahwa suami dapat memilih salah satu pilihan itu jika dia pikir istrinya tidak taat. Tahapan ini diciptakan oleh akal bulus penerjemah. Bahkan caranya mengungkapkan kalimat tentang hukum keras memukul istri pun dibuat sedemikian terselubung. Kata memukul dengan pelan tidak ada di Qur’an bahasa Arab. Kadang seorang penerjemah berusaha memperlembut konsep pemukulan terhadap istri dengan menambah kata2 “dengan pelan”. Padahal Qur’an Arab asli berkata dgn tegas :“pukul mereka”, titik.
Kata lain yang termasuk dalam daftar salah terjemahan yang serius adalah kata Arab “Nikah”. Kata ini diterjemahkan sebagai “perkawinan”. Tapi bagi mereka yang fasih bahasa Arab tentu mengerti bahwa kata "perkawinan" bukanlah terjemahan yang tepat untuk “nikah”. Kata Arab untuk "perkawinan" sebenarnya adalah “Zawaq”, bukan "nikah". Kata Zawaq ini digunakan dalam Qur’an di ayat2 berikut:
“Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang muk'min untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.” Sura 33: 37
Kata Arab “Nikah” juga diterjemahkan sebagai “perkawinan” di banyak ayat lainnya dalam Qur’an. Ini contohnya:
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat.” Sura 4: 3
”Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang muk'min.” Sura 24: 3
”Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah.” Sura 33: 53
Ayat2 lain yang juga mencantumkan kata Nikah (yang salah diterjemahkan dengan sengajar sebagai "perkawinan") adalah:
Sura 2: 221, 230, 232, 235 & 237; Sura 4: 6, 22 ,25 & 127; Sura 24:3, 27, 32, 33, 60 & 127; Sura 33: 49 & 50.
Arti kata “Nikah"
Apakah sebetulnya arti kata “Nikah”? Kata Nikah versi Arab TIDAK SAMA ARTINYA dengan “Pernikahan suami istri” (Qur'an versi Indonesia). Marilah selidiki arti kata ini dari referensi buku2 klasik Islam menurut pendapat ahli2 Islam yang terkenal.
Dari Kamus Istilah2 Qur’an dan Artinya, Sheik Mousa Ben Mohammed Al Kaleeby, Cairo, Maktabat Al Adab, 2002:
Definisi “Nikah” adalah "penetration" : penembusan sesuatu benda oleh benda lainnya.
Contohnya adalah benih (N) tanah atau rasa kantuk (N) mata. Kata ini juga berarti dua benda saling berbelit. Contohnya seperti pohon (N) satu sama lain, berarti pohon2 itu saling membelit.
Dari Kitab Al Nikah. Komentar Imam Ahmed Ben Ali Ben Hagar Al Askalani, Beirut, Dar Al Balagha, 1986 :
“Nikah” berarti "merengkuh atau menembus". Jika dilafalkan “Nokh” ini berarti vagina wanita. Kata ini hanya digunakan dalam konteks “melakukan hubungan seksual.” Jika kata ini dihubungkan dalam pernikahan, maka ini berarti seks adalah kewajiban dalam pernikahan. Al Fassi berkata, “ Jika dikatakan seorang pria (N) seorang wanita, ini berarti pria ini menikahi sang wanita, dan jika dikatakan seorang pria (N) istrinya, ini berarti dia berhubungan seks dengan istrinya.”
Kata ini juga dapat digunakan secara metaforis seperti pengertian:
air hujan (N) tanah, atau rasa kantuk (N) mata, atau benih (N) tanah, atau kerikil (N) tapak kaki unta. Jika digunakan dalam konteks pernikahan, ini berarti hubungan seksual adalah tujuan pernikahan. Adalah wajib dalam perkawinan untuk “mencicipi madu” (pernyataan Islam yang berarti bersetubuh).
Begitulah kata ini umumnya digunakan dalam Qur’an kecuali di ayat yang berbunyi, “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk (N)” Sura 4:6. Di ayat ini, kata “Nikah” berhubungan dengan usia pubertas. Sekolah2 hukum Shafia dan Hanafi menggunakan kata Nikah untuk menjelaskan bahwa hubungan seksual telah terjadi. Dan jika digunakan dalam kata kiasan ini berarti perkawinan. Alasan cara penggunaan yang berbeda-beda ini adalah karena penggunaan kata “bersetubuh” bisa menyinggung perasaan, jadi kata kiasan digunakan untuk menggantikannya.
Kesimpulan
Ada kata Arab yang tepat untuk menerjemahkan kata “PERKAWINAN (suami istri)”, yakni “ZAWAQ”. Akan tetapi kata “Nikah”, yang sering dipakai secara umum dalam terjemahan Qur’an yang berarti pernikahan, sebenarnya mengandung arti yang sama sekali berbeda. “Nikah” menyiratkan tekanan hubungan seksual saja antara pria dan wanita. Kata ini tidak sama artinya dengan perkawinan suami istri dan bahkan merendahkan makna hubungan perkawinan suami istri.
Kata2, konsep2 dan pernyataan2 tertentu dalam Qur’an berbahasa asli Arab terdengar aneh bagi para pembaca asing. Orang2 Muslim yang berbahasa Arab sih sudah terbiasa akan isi Qur’an. Akan tetapi, jika Qur’an diterjemahkan persis seperti bahasa aslinya, hasilnya akan mengejutkan. Anda akan membaca buku yang penuh pernyataan2 aneh dengan bahasa yang jorok. Apa yang seharusnya merupakan buku yang “suci” akan tampak seperti buku porno, tidak layak untuk kegiatan keluarga dan bukan buku bacaan untuk anak2.
Penerjemah2 Muslim menghadapi dilema ini. Mereka dalam posisi yang mengharuskan mereka untuk bertindak cerdik namun terperinci. Dibutuhkan banyak tambal-sulam dan gosok sana-sini untuk membuat terjemahan Qur’an tampak spt layaknya sebuah kitab “suci”. Tujuannya adalah untuk mempersembahkan versi Qur’an pada dunia luar yang dapat menarik dan bukannya menjauhi orang dari Islam.
Penerjemahan menyimpang Qur’an yang disengaja ini merupakan masalah besar yang harus diteliti dalam buku laporan ilmiah terpisah. Untuk jelasnya, kita akan lihat beberapa contoh.
Dalam Sura 112:1
“Katakan: Dialah Allah, yang Tunggal dan Satu2nya …”. Dalam bahasa Arab aslinya, kata “Satu2nya “ yang diterjemahkan dalam ayat ini sebenarnya adalah “Satu dari.” Penerjemah tidak dapat secara harafiah menerjemahkan ini, karena ini akan menyiratkan “shirk” (menghubungkan illah lain dengan Allah).
Dalam Sura 33:056
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya memberi berkat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, mintalah berkat untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”
Kata2 “memberi berkat” aslinya adalah “berdoa pada”. Si penerjemah berpendapat ini tidaklah layak untuk mengatakan bahwa Allah dan para malaikatNya berdoa pada nabi Muhamad, jadi dia harus merubahnya menjadi “memberi berkat.”
Ini adalah contoh kesukaran yang kadang2 dihadapi para penerjemah untuk menerjemahkan Qur’an dengan persis, dan bagaimana mereka harus merubah tulisan asli untuk membuatnya jadi lebih masuk akal. Kami di sini tidak mencoba mengatakan bahwa para Muslim percaya bahwa Allah atau Muslim berdoa kepada Muhammad.
Dalam Sura 24: 30, & 31
“Katakan pada orang2 beriman bahwa mereka sebaiknya menundukkan sorot mata mereka dan menjaga kerendahan hati mereka: ini akan lebih suci bagi mereka: dan Allah tahu segala yang mereka lakukan … Dan katakan pada wanita2 beriman bahwa mereka sebaiknya menundukkan sorot mata mereka dan menjaga kerendahan hati mereka …”;
Kata “kerendahan hati mereka” aslinya adalah "kemaluan mereka" (aurat) bagi pria dan wanita. Si penerjemah berpendapat tidak layak untuk menerjemahkan kata2 ini secara harafiah.
Dalam Sura 4:34
“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka (pertama), (kedua) pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, (terakhir) pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”
Ayat ini sebenarnya memberikan hak pada seorang suami untuk memukul istrinya jika, dalam pendapatnya, istrinya tidak taat. Si penerjemah berusaha mengurangi ajaran memukul yang menakutkan ini dan merubahnya dengan kata2nya sendiri. Pertama, dia memperkenalkan konsep tindakan mendisiplinkan istri dibagi dalam tiga tahap: pertama, kedua, dan terakhir. Tingkat tahapan ini tidak ada dalam bahasa asli Arabnya. Ayat ini aslinya mengesankan bahwa suami dapat memilih salah satu pilihan itu jika dia pikir istrinya tidak taat. Tahapan ini diciptakan oleh akal bulus penerjemah. Bahkan caranya mengungkapkan kalimat tentang hukum keras memukul istri pun dibuat sedemikian terselubung. Kata memukul dengan pelan tidak ada di Qur’an bahasa Arab. Kadang seorang penerjemah berusaha memperlembut konsep pemukulan terhadap istri dengan menambah kata2 “dengan pelan”. Padahal Qur’an Arab asli berkata dgn tegas :“pukul mereka”, titik.
Kata lain yang termasuk dalam daftar salah terjemahan yang serius adalah kata Arab “Nikah”. Kata ini diterjemahkan sebagai “perkawinan”. Tapi bagi mereka yang fasih bahasa Arab tentu mengerti bahwa kata "perkawinan" bukanlah terjemahan yang tepat untuk “nikah”. Kata Arab untuk "perkawinan" sebenarnya adalah “Zawaq”, bukan "nikah". Kata Zawaq ini digunakan dalam Qur’an di ayat2 berikut:
“Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang muk'min untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.” Sura 33: 37
Kata Arab “Nikah” juga diterjemahkan sebagai “perkawinan” di banyak ayat lainnya dalam Qur’an. Ini contohnya:
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat.” Sura 4: 3
”Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang muk'min.” Sura 24: 3
”Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah.” Sura 33: 53
Ayat2 lain yang juga mencantumkan kata Nikah (yang salah diterjemahkan dengan sengajar sebagai "perkawinan") adalah:
Sura 2: 221, 230, 232, 235 & 237; Sura 4: 6, 22 ,25 & 127; Sura 24:3, 27, 32, 33, 60 & 127; Sura 33: 49 & 50.
Arti kata “Nikah"
Apakah sebetulnya arti kata “Nikah”? Kata Nikah versi Arab TIDAK SAMA ARTINYA dengan “Pernikahan suami istri” (Qur'an versi Indonesia). Marilah selidiki arti kata ini dari referensi buku2 klasik Islam menurut pendapat ahli2 Islam yang terkenal.
Dari Kamus Istilah2 Qur’an dan Artinya, Sheik Mousa Ben Mohammed Al Kaleeby, Cairo, Maktabat Al Adab, 2002:
Definisi “Nikah” adalah "penetration" : penembusan sesuatu benda oleh benda lainnya.
Contohnya adalah benih (N) tanah atau rasa kantuk (N) mata. Kata ini juga berarti dua benda saling berbelit. Contohnya seperti pohon (N) satu sama lain, berarti pohon2 itu saling membelit.
Dari Kitab Al Nikah. Komentar Imam Ahmed Ben Ali Ben Hagar Al Askalani, Beirut, Dar Al Balagha, 1986 :
“Nikah” berarti "merengkuh atau menembus". Jika dilafalkan “Nokh” ini berarti vagina wanita. Kata ini hanya digunakan dalam konteks “melakukan hubungan seksual.” Jika kata ini dihubungkan dalam pernikahan, maka ini berarti seks adalah kewajiban dalam pernikahan. Al Fassi berkata, “ Jika dikatakan seorang pria (N) seorang wanita, ini berarti pria ini menikahi sang wanita, dan jika dikatakan seorang pria (N) istrinya, ini berarti dia berhubungan seks dengan istrinya.”
Kata ini juga dapat digunakan secara metaforis seperti pengertian:
air hujan (N) tanah, atau rasa kantuk (N) mata, atau benih (N) tanah, atau kerikil (N) tapak kaki unta. Jika digunakan dalam konteks pernikahan, ini berarti hubungan seksual adalah tujuan pernikahan. Adalah wajib dalam perkawinan untuk “mencicipi madu” (pernyataan Islam yang berarti bersetubuh).
Begitulah kata ini umumnya digunakan dalam Qur’an kecuali di ayat yang berbunyi, “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk (N)” Sura 4:6. Di ayat ini, kata “Nikah” berhubungan dengan usia pubertas. Sekolah2 hukum Shafia dan Hanafi menggunakan kata Nikah untuk menjelaskan bahwa hubungan seksual telah terjadi. Dan jika digunakan dalam kata kiasan ini berarti perkawinan. Alasan cara penggunaan yang berbeda-beda ini adalah karena penggunaan kata “bersetubuh” bisa menyinggung perasaan, jadi kata kiasan digunakan untuk menggantikannya.
Kesimpulan
Ada kata Arab yang tepat untuk menerjemahkan kata “PERKAWINAN (suami istri)”, yakni “ZAWAQ”. Akan tetapi kata “Nikah”, yang sering dipakai secara umum dalam terjemahan Qur’an yang berarti pernikahan, sebenarnya mengandung arti yang sama sekali berbeda. “Nikah” menyiratkan tekanan hubungan seksual saja antara pria dan wanita. Kata ini tidak sama artinya dengan perkawinan suami istri dan bahkan merendahkan makna hubungan perkawinan suami istri.
MOHON MAAF APABILA ADA SALAH KATA DAN PENGERTIAN....................................
Tidak ada komentar:
Posting Komentar